contoh makalah pembangunan daerah otonom dan perbandingannya dengan pembangunan daerah biasa
yah menurut wikipedia Daerah maura swantantra atau daerah otonom adalah daerah di dalam suatu negara yang memiliki kekuasaan otonom,
atau kebebasan dari pemerintah di luar daerah tersebut. Biasanya suatu
daerah diberi sistem ini karena keadaan geografinya yang unik atau
penduduknya merupakan minoritas negara tersebut, sehingga diperlukan
hukum-hukum yang khusus, yang hanya cocok diterapkan untuk daerah
tersebut. Menurut jenisnya, daerah otonom dapat berupa otonomi teritorial, otonomi kebudayaan, dan otonomi lokal.
Berikut ini adalah contoh makalah pembangunan daerah otonom dan perbandingannya dengan pembangunan daerah biasa
1. Hubungan luar negeri
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Di Negara maju atau Negara yang sedang akan maju, dengan wilayah satu kesatuan memudahkan dalam proses akses antar kawasan dan wilayah. Dengan aksesibilitas 1 ruang secara administratif akan tercipta homogenitas pembangunan yang ada didalamnya, hal tersebut mengakibatkan proses pembangunan menjadi mudah. Daerah homogen ini selanjutnya akan menyebabkan kemampuan wilayah untuk menjaring tenaga kerja dari berbagai tingkat ilmu dapat terakomodasi. Strategi ini menjadikan wilayah dapat mengakomodasi semua elemen. Faktor perencanaan dan manajemen pembangunan yang baik akan menyebakan kawasan menjadi kawasan ekonomi strategis seperti halnya Negara kecil Singapura.
Berikut ini adalah contoh makalah pembangunan daerah otonom dan perbandingannya dengan pembangunan daerah biasa
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang
menganut asas desentralisasi. Desentralisasi itu sendiri sebenarnya mengandung
dua pengertian utama, yaitu, Desentralisasi merupakan pembentukan daerah otonom
dan penyerahan wewenang tertentu kepadanya oleh pemerintah pusat.
Desentralisasi dapat pula berarti penyerahan wewenang tertentu kepada daerah
otonom yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat.
Sistem sentralisasi yang pernah di terapkan, di mana
semua urusan negara menjadi urusan pusat, pusat dalam hal ini pemerintahan yang
dipusatkan pada pemerintah pusat, pusat memegang semua kendali atas semua
wilayah atau daerah di Indonesia, dan daerah harus melaksanakan apa yang
menjadi kebijakan pemerintah pusat.
Dalam penjelasan tersebut, daerah dapat diartikan
bahwa daerah Indonesia dibagi dalam daerah provinsi, daerah provinsi dibagi
dengan daerah yang lebih kecil. Dengan penerapan sistem terpusat di segala
bidang kehidupan ternyata tidak dapat menciptakan kemakmuran rakyat yang merata
di seluruh daerah, karena jauhnya jangkauan dari pusat, sehingga kebanyakan
daerah yang jauh dari pemerintah pusat kurang mendapatkan perhatian, dan tujuan
membangun Good Governence belum dapat terwujud. Berakhirnya rezim orde
baru, berganti dengan era reformasi, mengubah cara pandang untk mewujudkan Good
Governence, salah satunya dengan adanya otonomi daerah, karena Otonomi
Daerah dapat mengembangkan hubungan antara pemerintah pusat dan daerah
Pembangunan ekonomi saat ini di negara
kita (indonesia) selama masa pemerintahan orde baru lebih mementingkan atau
memusatkanpada pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak membuat wilayah daerahtanah
air dapat berkembang dengan baik. Sebagai hasil pembangunan selama ini lebih
dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau di Ibukota, hal ini merupakan sebagai
proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran. Pada tingkat nasional memang
laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan
perkapita naik terus setiap tahun hingga krisis terjadi. Namun dilihat pada
tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar propinsi makin
membesar.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian otonomi daerah?
2. Bagaimana
peluang dan tantangan
bisnis di daerah?
3. Bagaimana indikator
dalam ketimpangan antar daerah/provinsi?
4. Apa faktor penyebab
ketimpangan antar daerah?
C. Tujuan
Masalah
1. Menjelaskan
pengertian dari otonomi daerah.
2. Mengetahui
tantangan bisnis yang terjadi di Indonesia karena otonomi daerah.
3. Menjelaskan indicator
dalam ketimpangan antar daerah/provinsi.
4. Memahami faktor penyebab
ketimpangan antar daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah dapat
diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna
dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap
masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah
tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi.
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada
acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus
diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih
nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali
sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah adalah
wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara
kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih terbatas dari pada di Negara yang
berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga daerah di
Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa
urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan
keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing.
B. Peluang
dan Tantangan
Bisnis
di Daerah
Pembangunan ekonomi saat ini di negara kita
(indonesia) selama masa pemerintahan orde baru lebih mementingkan atau
memusatkan pada pertumbuhan ekonomi, ternyata tidak membuat wilayah daerahtanah
air dapat berkembang dengan baik. Sebagai hasil pembangunan selama
ini lebih dikonsentrasikan di Pusat Jawa atau di Ibukota, hal ini merupakan
sebagai proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran. Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan
ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik
terus setiap tahun hingga krisis terjadi. Namun dilihat pada tingkat regional,
kesenjangan pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
Sekarang ini di
era otonomi daerah dan desentralisasi, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah.
Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar
pula. Dalam penjelasan UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang
dimaksud adalah berupa kewajiban daerah untuk meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan
pemerataan.
Dari pemahaman
tersebut, maka untuk menghadapi berbagai
persoalan seperti kemiskinan, pemerintah daerah tidak bisa lagi menggantungkan
penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini
berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dimiliki daerah, melekat pula tanggung
jawab untuk secara aktif dan secara langsung berusaha pengentasan kemiskinan di daerah
bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki
inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan
antara otonomi daerah dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan
yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa
dengan dilaksanakannya otonomi daerah maka akan mampu menciptakan demokrasi
atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa
faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
1. Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor
resistensi masyarakat terhadap kebijakan daerah yang telah diputuskan. Ini
dapat terjadi karena sejak proses inisiasi, adopsi, hingga pengambilan
keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
2. Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah
daerah (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam
mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan karena masyarakat
merasa sebagai salah satu bagian dalam menentukan keputusan tersebut. Dengan
begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah daerah bila
suatu saat ada beberapa hal yang dipandang salah.
3. Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak
fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya
menciptakan tata pemerintahan daerah yang baik.
Perubahan-perubahan yang
berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah ini sangat boleh jadi menimbulkan
“cultural shock”, dan belum menemukan bentuk/format pelaksanaan otonomi seperti
yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban
daerah yang dinyatakan dalam penjelasan UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi,
keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan
tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah daerah berupaya
dengan membuat dan melaksanakan berbagai kebijakan dan regulasi yang berkenaan
dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang jelas dalam
operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang
di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai
pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk
redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama
bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi
yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi
tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian daerah sering diukur
dari kemampuan daerah dalam meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). PAD juga
menjadi cerminan keikutsertaan daerah dalam membina penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan
memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah daerah dalam mencari dan
mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD sekarang ini cenderung dilihat
sebagai sumber prestasi bagi pemerintah daerah bersangkutan dalam pelaksanaan
otonomi. Disamping itu, hal ini dapat menimbulkan pula ego kedaerahan yang
hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang
lebih penting yaitu pembangunan daerah yang membawa kesejahteraan bagi
masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah
seperti ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan
daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang
secara nyata ada dan diperlukan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah.
Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab adalah perwujudan pertanggungjawaban
sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan daerah dalam wujud tugas dan
kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian
otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta
pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang
muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan
tantangan yang harus diantisipasi agar tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah
dapat tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh daerah adalah
tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat,
pemberian pelayanan publik yang dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat,
pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi
masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan
dan pelaksanaan peraturan dan instrumen baru yang dibuat oleh pemerintah daerah
dapat menimbulkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif.
Dampak yang ditimbulkan akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok
masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat
miskin dan kelompok usaha kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu
mendapat perhatian lebih besar, karena hal tersebut dapat menghambat
tercapainya tujuan penerapan otonomi daerah itu sendiri.
C. Indikator Ketimpangan antar Daerah
Pertumbuhan ekonomi merupakan menu utama pemeringkatan kinerja suatu
wilayah dalam proses pembangunan. Fenomena ini menjadi rujukan utama untuk
melihat kinerja wilayah, pada prosesnya kenaikan kinerja output pendapatan per
kapita per periode menyebabkan terjadi perubahan orientasi wilayah dari small economic growth-middle economic growth
sampai pada tahap high economic growth.
Perubahan dari waktu ke waktu ini menjadikan wilayah tersebut mendapat
angin segar dalam proses pembangunan dan menyebabkan perubahan
kebijakan-kebijaka strategis dalam proses mempertahankannya. seiring
perkembangan fiskal barang dan jasa serta kebijakan menuntut kehati-hatian menangani
proses pelaksanaan pembangunan. Adapun tuntunan kehati-hatian tersebut mengacu
pada:
1.
Perkembangan ekonomi global.
2.
Mempertahankan arus investasi pada beberapa usaha strategis
3.
Menjaga stabilitas produksi dan bahan baku.
4.
Peningkatan kerjasama antarwilayah
5.
Menekan dan meminimalisir terjadinya inflasi
Faktor
safety tersebut menjadi pertimbangan utama dalam melakukan kajian pertumbuhan
ekonomi. Mengacu pada kajian Harrod-Domar
bahwa pertumbuhan ekonomi harus mengacu pada steady growth, yang berarti
pertumbuhan tetap dipertahankan dengan mengacu pada barang modal telah mencapai
kapasitas penuh, tabungan adalah proporsional dengan pendapatan nasional, rasio
modal produksi (capital output ratio) tetap nilainya. Leading economic dan
stabilitas menjadi kajian Harrod-Domar
dengan AE = C+I. Dengan asumsi akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi
semakin tinggi pada tahun berikutnya.
Di Negara maju atau Negara yang sedang akan maju, dengan wilayah satu kesatuan memudahkan dalam proses akses antar kawasan dan wilayah. Dengan aksesibilitas 1 ruang secara administratif akan tercipta homogenitas pembangunan yang ada didalamnya, hal tersebut mengakibatkan proses pembangunan menjadi mudah. Daerah homogen ini selanjutnya akan menyebabkan kemampuan wilayah untuk menjaring tenaga kerja dari berbagai tingkat ilmu dapat terakomodasi. Strategi ini menjadikan wilayah dapat mengakomodasi semua elemen. Faktor perencanaan dan manajemen pembangunan yang baik akan menyebakan kawasan menjadi kawasan ekonomi strategis seperti halnya Negara kecil Singapura.
Merujuk pada
wilayah Indonesia yang kepulauan menyebabkan adanya ketimpangan-ketimpangan di
sektor-sektor tertentu. Ketimpangan tersebut menyakibatkan arus urbanisasi
meningkat, ketidakmerataan pembangunan, kemiskinan, pengangguran,
ketidakseimbangan SDM, ketidakmerataan penggunaan teknologi, dan aksesibilitas
yang kurang memadai.
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang. Merujuk pada pakar ekonomi Harvard Prof. Emeritus Adelman dan Morris (1973) berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu wilayah ada 8, yaitu :
Hal tersebut mengakibatkan pemerataan pembangunan yang timpang. Merujuk pada pakar ekonomi Harvard Prof. Emeritus Adelman dan Morris (1973) berpendapat bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan dalam ekonomi suatu wilayah ada 8, yaitu :
1.
Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunya pendapatan
perkapita
2.
Inflasi dimana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proposional dengan pertambahan produksi barang-barang,
3.
Ketidakmerataan pembangunan antar daerah,
4.
Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal sehingga
presentase pendapatan modal dari harta tambahan besar dibandingkan dengan
presentase pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga penngangguran
bertambah,
5.
Rendahnya mobilitas industri,
6.
Pelaksanaan kebijakan industri substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan
harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan
kapitalis,
7.
Memburuknya nilai tukar (term of trade) bagi negara sedang berkembang dalam
perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan permintaan
negara-negara terhadap barang-barang ekspor negara sedang berkembang,
8.
Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri
rumah tangga dan lain-lain.
Kecenderungan tersebut menjadi dasar terjadinya ketimpangan pembangunan
pada suatu wilayah ditambah factor lokasi yang berpulau dapat menjadi factor
pemikiran utama untuk peningkatan perkembangan ekonomi pada masa yang akan
datang. Pembangunan regional adalah bagian yang integral dalam pembangunan
nasional. Karena itu diharapkan bahwa hasil pembangunan akan dapat
terdistribusi dan teralokasi ke tingkat regional. Untuk mencapai keseimbangan
regional terutama dalam perkembangan ekonominya maka diperlukan beberapa
kebijaksanaan dan program pembangunan daerah yang mengacu pada kebijaksanaan
regionalisasi atau perwilayahan.
Beberapa ahli pembangunan wilayah berpendapat bahwa ketimpangan antar
wilayah adalah suatu proses yang akan terjadi dan tidak dapat dihindari seiring
dengan kemajuan dalam pembangunan sosial ekonomi negara, sampai kemudian
menurun kembali dengan sendirinya setelah mencapai titik balik (polarization
reversal). Kuznets (1995) dalam
penelitiannya di negara-negara maju berpendapat bahwa pada tahap-tahap
pertumbuhan awal, distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada
tahap-tahap berikutnya hal itu akan membaik. Penelitian inilah yang kemudian
dikenal secara luas sebagai konsep kurva Kuznets U terbalik. Sementara itu
menurut Oshima (1992) bahwa
negara-negara Asia nampaknya mengikuti kurva Kuznets dalam kesejahteraan
pendapatan. Ardani (1992)
mengemukakan bahwa kesenjangan/ketimpangan antar daerah merupakan konsekuensi
logis pembangunan dan merupakan suatu tahap perubahan dalam pembangunan itu
sendiri.
D. Faktor Ketimpangan antar Daerah
Kesenjangan yang terjadi pada
pembangunan ekonomi adalah sebuah persoalan vital dalam kajian ilmu pembangunan
ekonomi daerah di Negara Indonesia. Terdapat 2 pendekatan yang bisa dijadikan
ukuran kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah-daerah di Indonesia, ialah
dengan memakai pendekatan pendapatan & memakai pendekatan pengeluaran
konsumsi rumah tangga. Jika memakai pendekatan pendapatan (PDRB), makadapat
diketahui bersama bahwa provinsi-provinsi di Pulau Jawa mengambil porsi
terbesar yaitu lebih dari 60% terhadap total PDB Indonesia pada tahun 1990-an.
Wilayah yang kaya SDM dan sarana prasarana lebih layak dan baik mempunyai
bagian yang besar. Misalnya DKI Jakarta mendapat 15%-16% bagian dari PDB
nasional, Kemudian Jawa Timur menikmati sebesar 15%, dan Jawa Tengah mendapat
bagian sebesar 10%. Sedangkan kawasan yang kaya SDA mempunyai bagian yang lebih
kecil. Misalnya : . Provinsi Riau dan Kalimantan Timur yang masing-masing
mendapat bagian 5%. DI Aceh yang hanya menyumbang 3% pada PDB nasional.
Kesenjangan yang terjadi pada
pembangunan ekonomi antar daerah sering bersinggungan dengan taraf kemiskinan
di beberapa daerah di Indonesia. Di Pulau Jawa, Misalnya : Jawa Tengah dan DI
Yogyakarta merupakan kawasan yang banyak terdapat kemiskinan di Indonesia
barat, sebagai akibat kepadatan penduduk. Sedangkan NTB dan NTT merupakan pusat
kemiskinan di Indonesia kawasan timur, karena daerah tersebut tidak memiliki
SDM, teknologi, infrastruktur, dan kewirausahaan yang baik.
Kesenjangan antar daerah juga
ada kaitannya dengan perbedaan pola pembangunan secara sektoral. Misalnya :
proses Industrialisasi di Indonesia kawasan barat lebih baik dibandingkan di
Indonesia kawasan timur.
Sebab-sebab ketimpangan pembangunan ekonomi di
daerah- daerah di Negara Indonesia yaitu:
1.
Terpusatnya kegiatan ekonomi hanya pada beberapa wilayah, misalnya :
pembangunan hanya di pulau Jawa.
2.
Alokasi investasi yang tidak seimbang.
3.
Perbedaan SDA antar provinsi yang timpang antara daerah asatu dengan
lainnya.
4.
Arus sirkulasi faktor produksi yang rendah antar daerah satu dengan
lainnya.
5.
Kondisi demografis antar wilayah yang berbeda-beda, kadang pula sulit
terjangkau.
6.
Perdagangan antar provinsi kurang lancar dan sering mengalami kendala
transportasi.
Kesenjangan antar daerah yang semakin besar menurut Williamson disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu:
1.
Adanya migrasi tenaga kerja antar daerah bersifat selektif yang pada umumnya
para migran tersebut lebih terdidik, mempunyai ketrampilan yang tinggi dan
masih produktif
2.
Adanya migrasi kapital antar daerah. Adanya proses aglomerasi pada daerah yang
relatif kaya menyebabkan daya tarik tersendiri bagi investor pada daerah lain
yang berakibat terjadinya aliran kapital ke daerah yang memang telah terlebih
dahulu maju.
3.
Adanya pembangunan sarana publik pada daerah yang lebih padat dan potensial
berakibat mendorong terjadinya kesenjangan/ketimpangan antar daerah lebih
besar.
4.
Kurangnya keterkaitan antar daerah yang dapat menyebabkan terhambatnya proses
efek sebar dari proses pembangunan yang berdampak pada semakin besarnya
kesenjangan/ketimpangan yang terjadi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan makalah di atas, maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan, antara lain:
Dari penjelasan makalah di atas, maka kita dapat menarik beberapa kesimpulan, antara lain:
a1. Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang, dan
kewajiban yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan
pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan
pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. PelaksanaanOtonomi Daerah menjadi satu hal yang menantang bagi suatu
daerah, di satu sisi harus mampu mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri dan
mampu bersaing secara nasional dengan seluruh tantangan yang bersifat kompleks.
3. Aplikasi
Otonomi Daerah di masing-masing wilayah menimbulkan berbagai ketimpangan yang
muncul, diantaranya perbedaan pendapatan antar daerah yang satu dengan yang
lain, kemajuan pembangunan yang tidak merata, dan lain-lain.
Daftar
Pustaka
Surna T. Djajadiningrat dan Melia Famiola, Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan, Rekayasa Sains, Jakarta
Post a Comment for "contoh makalah pembangunan daerah otonom dan perbandingannya dengan pembangunan daerah biasa"