Contoh makalah terorisme
merujuk sumber yang biasa admin baca yakni wikipedia Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang,
aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan seperti waktu
pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang acak serta
seringkali merupakan warga sipil.
berikut ini adalah contoh maklah tentang terorisme semoga bermanfaat ya bagi tugas kalian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jaringan teroris di Indonesia
ternyata lebih besar dan lebih berpengalaman dari yang selama ini dipikirkan
oleh banyak pihak. Analis International Crisis Group (ICG) mengatakan
perekrutan anggota baru dalam jaringan yang dibangun Noordin M Top ternyata
dilakukan dengan sangat mudah. Jaringannya pun terus berkembang dan semakin
meluas di tanah air.
Terorisme adalah serangan-serangan
terkoordinasi yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok
masyarakat. Berbeda dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara
peperangan seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban
jiwa yang acak serta seringkali merupakan warga sipil.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh
perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya
menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, pasukan perang
salib, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata
terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari
tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam
perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan
agama.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
penengertian teroris?
2. Bagaimana
usaha teroris dalam merekrut anggota-anggotanya?
3. Apa
tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya?
4. Bagaimana
perkembangan jaringan teroris saat ini?
5. Bagaimana
cara agar terhindar dari pengaruh teroris?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
pengertian teroris.
2. Mengetahui
bagaimana usaha yang dilakukan teroris untuk merekrut anggota.
3. Mengetahui
tujuan teroris dalam melaksanakan aksinya.
4. mengetahui
bagaimana perkembangan jaringan teroris saat ini.
5. Mengetahui
cara agar terhindar dari pengaruh teroris.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teroris
Kata teror pertama kali dikenal pada
zaman Revolusi Prancis. Diakhir abad ke-19, awal abad ke-20 dan menjelang
PD-II, terorisme menjadi teknik perjuangan revolusi. Misalnya, dalam rejim
Stalin pada tahun 1930-an yang juga disebut ”pemerintahan teror”. Di era perang
dingin, teror dikaitkan dengan ancaman senjata nuklir.
Istilah teroris oleh para ahli kontraterorisme dikatakan merujuk kepada para pelaku yang tidak tergabung dalam angkatan bersenjata yang dikenal atau tidak menuruti peraturan angkatan bersenjata tersebut. Aksi terorisme juga mengandung makna bahwa serang-serangan teroris yang dilakukan tidak berperikemanusiaan dan tidak memiliki justifikasi, dan oleh karena itu para pelakunya ("teroris") layak mendapatkan pembalasan yang kejam.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
Akibat makna-makna negatif yang dikandung oleh perkataan "teroris" dan "terorisme", para teroris umumnya menyebut diri mereka sebagai separatis, pejuang pembebasan, militan, mujahidin, dan lain-lain. Tetapi dalam pembenaran dimata terrorism : "Makna sebenarnya dari jihad, mujahidin adalah jauh dari tindakan terorisme yang menyerang penduduk sipil padahal tidak terlibat dalam perang". Padahal Terorisme sendiri sering tampak dengan mengatasnamakan agama.
Selain oleh pelaku individual, terorisme bisa dilakukan oleh negara atau dikenal dengan terorisme negara (state terorism). Misalnya seperti dikemukakan oleh Noam Chomsky yang menyebut Amerika Serikat ke dalam kategori itu. Persoalan standar ganda selalu mewarnai berbagai penyebutan yang awalnya bermula dari Barat. Seperti ketika Amerika Serikat banyak menyebut teroris terhadap berbagai kelompok di dunia, di sisi lain liputan media menunjukkan fakta bahwa Amerika Serikat melakukan tindakan terorisme yang mengerikan hingga melanggar konvensi yang telah disepakati.
Kata Terorisme sendiri berasal dari
Bahasa Prancis le terreur yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan
pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal
dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan
kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata terorisme dipergunakan untuk
menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan demikian kata
terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh
pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.
Namun, istilah ”terorisme” sendiri
pada 1970-an dikenakan pada beragam fenomena: dari bom yang meletus di
tempat-tempat publik sampai dengan kemiskinan dan kelaparan. Beberapa
pemerintahan bahkan menstigma musuh-musuhnya sebagai ”teroris” dan aksi-aksi
mereka disebut ”terorisme”. Istilah ”terorisme” jelas berkonotasi peyoratif,
seperti istilah ”genosida” atau ”tirani”. Karena itu istilah ini juga rentan
dipolitisasi. Kekaburan definisi membuka peluang penyalahgunaan. Namun
pendefinisian juga tak lepas dari keputusan politis.
T.P.Thornton dalam Terror as a
Weapon of Political Agitation (1964) mendefinisikan terorisme sebagai
penggunaan teror sebagai tindakan simbolis yang dirancang untuk mempengaruhi
kebijakan dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya
dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Terorisme dapat dibedakan
menjadi dua katagori, yaitu enforcement terror yang dijalankan penguasa untuk
menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka, dan agitational terror, yakni
teror yang dilakukan menggangu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai
tatanan politik tertentu. Jadi sudah barang tentu dalam hal ini, terorisme
selalu berkaitan erat dengan kondisi politik yang tengah berlaku.
Menurut konvensi PBB tahun 1939,
terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada
negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-orang tertentu
atau kelompok orang atau masyarakat luas.
Menurut kamus Webster's New School
and Office Dictionary, terrorism is the use of violence, intimidation, etc to
gain to end; especially a system of government ruling by teror, pelakunya
disebut terrorist. Selanjutnya sebagai kata kerja terrorize is to fill with
dread or terror'; terrify; ti intimidate or coerce by terror or by threats of
terror.
Menurut ensiklopeddia
Indonesia tahun 2000, terorisme adalah kekerasan atau ancaman kekerasan yang
diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana ketakutan dan bahaya
dengan maksud menarik perhatian nasional atau internasional terhadap suatu aksi
maupun tuntutan.
RAND Corporation, sebuah lembaga
penelitian dan pengembangan swasta terkemuka di AS, melalui sejumlah penelitian
dan pengkajian menyimpulkan bahwa setiap tindakan kaum terorris adalah tindakan
kriminal.
Definisi konsepsi pemahaman lainnya
menyatakah bahwa :
(1) terorisme bukan
bagian dari tindakan perang, sehingga seyogyanya tetap dianggap sebagai
tindakan kriminal, juga situasi diberlakukannya hukum perang
(2) sasaran sipil
merupakan sasaran utama terorisme, dan dengan demikian penyerangan terhadap
sasaran militer tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan terorisme
(3) meskipun dimensi
politik aksi teroris tidak boleh dinilai, aksi terorisme itu dapat saja
mengklaim tuntutanan bersifat politis
a. Ciri-ciri
terorisme
Menurut beberapa literatur dan
reference termasuk surat kabar dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri terorisme
adalah :
1. Organisasi
yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2. Mempunyai
tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai
tujuan.
3. Tidak
mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4. Memilih
sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa
takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5. Menggunakan
cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan,
pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Yon seorang Koordinator Bidang
Kajian, Publikasi, dan Penelitian Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam
Universitas Indonesia itu menjelaskan, secara umum pelaku terorisme, termasuk
pelaku bom bunuh diri, berdasarkan motivasi dapat dibedakan dalam empat
kategori.
Kategori pertama, berkaitan dengan
ideologi dan keyakinan, yakni kelompok teroris yang dimotivasi oleh ajaran
agama biasanya dididik dalam lembaga-lembaga pendidikan keagamaan dalam waktu
yang lama dan dipersiapkan untuk aktifitas terorisme.
"Kelompok ini biasanya memiliki
ciri-ciri keagamaan tertentu. Melihat trend pengeboman di Indonesia pada dasawarsa
terakhir ini dapat disimpulkan bahwa terorisme dengan motivasi ajaran agama
secara murni hampir dipastikan telah hilang.
Hal itu, lanjutnya, karena komunitas agama di
Indonesia tidak menolerir segala bentuk aksi terorisme. Bahkan
kelompok-kelompok yang dianggap keras sekalipun, seperti Ustaz Abu Bakar
Baasyir dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), secara tegas menolak cara-cara
yang dilakukan kelompok Noordin M Top.
Kategori kedua, kelompok yang
tereksploitasi. Kelompok inilah yang mendominasi aksi-aksi terorisme di
Indonesia.
Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing),
mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna.
Walaupun pelaku mendapatkan indoktrinasi dan sekaligus proyeknya dari anggota dalam jaringan teroris di Indonesia, tetapi sebagian besar tidak mengenal dengan baik orang telah mencuci otaknya (brainwashing),
mereka yang dapat dieksploitasi menjadi suicide bombers (pelaku bom bunuh diri) adalah yang memiliki perasaan bersalah atau merasa hidupnya tak bermakna.
Sebagian besar dari mereka berasal
dari segmen pemuda yang bermasalah secara psikologis dan sosial, serta bukan
berasal dari kelompok religius.
"Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
"Ciri-cirinya pun berbeda dengan kategori pertama. Mereka tidak direkrut di masjid tetapi di jalan. Tentu mengeksploitasi segmen masyarakat seperti ini sangat mudah dan inilah yang menjadi fenomena terorisme di Indonesia," ujarnya.
Kategori ketiga, dimotivasi oleh
balas dendam atas kekerasan oleh rezim Orde Baru terhadap anggota keluarga
mereka, Kelompok ini dapat berasal dari keluarga Darul Islam (DI). Hanya saja
untuk saat ini tentu sangat susah mendapatkan keluarga DI yang masih mengalami
trauma kekerasan yang diterima oleh keluarga mereka.
Sedangkan kategori keempat adalah
kelompok separatis yang berkembang di Indonesia.
Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
Pada kenyataannya, kata Yon, kelompok itu telah melakukan transformasi kepada gerakan politik dan berdamai dengan pemerintah Indonesia.
b. Bentuk-bentuk
Terorisme.
Dilihar dari cara-cara yang
digunakan :
1) Teror Fisik yaitu teror untuk
menimbulkan ketakutan, kegelisahan memalui sasaran pisik jasmani dalam bentuk pembunuhan,
penganiayaan, pemerkosaan, penyanderaan penyiksaan dsb, sehingga nyata-nyata
dapat dilihat secara pisik akibat tindakan teror.
2) Teror Mental, yaitu teror dengan
menggunakan segala macam cara yang bisa menimbulkan ketakutan dan kegelisahan
tanpa harus menyakiti jasmani korban (psikologi korban sebagai sasaran) yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan tekanan batin yang luar biasa akibatnya
bisa gila, bunuh diri, putus asa dsb.
Dilihat dari Skala sasaran teror :
1) Teror Nasinal, yaitu teror yang
ditujukan kepada pihak-pihak yang ada pada suatu wilayah dan kekuasaan negara
tertentu, yang dapat berupa : pemberontakan bersenjata, pengacauan stabilitas
nasional, dan gangguan keamanan nasional.
2) Teror Internasional. Tindakan
teror yang diktujukan kepada bangsa atau negara lain diluar kawasan negara yang
didiami oleh teroris, dengan bentuk :
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak
yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang
terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah kepada Pihak
yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional, sabotase,
tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.
2.2 Usaha Teroris Dalam Merekrut Anggota
Menurut Margaretha seorang Psikolog
Universitas Airlangga (Unair), konsep pencucian otak merupakan terminologi yang
sangat umum. Dari perspektif komunikasi, pelaku kejahatan ini mendekati calon
korban dengan proses persuasi. Proses yang secara sadar bertujuan untuk
mempengaruhi orang berperilaku sesuatu.
Pencucian otak sangat bisa berhasil
dengan proses persuasi yang sangat profesional. Bisa dengan teknik lowball atau
juga sugesti.
Teknik lowball, biasanya diawali
dengan sebuah permintaan halus. Permintaan ringan yang disodorkan berlangung
terus menerus. Misalnya, seseorang meminta pertolongan secara materil.
Kejahatan dengan teknik lowball ini
dilakukan dengan jangka waktu lama dan dilakukan secara berulang-ulang pada
korban yang sama. Semakin lama, si pelaku semakin memberikan permintaan yang
semakin berat. Teknik pencucian otak ini dilancarkan kepada calon korban secara
sadar.
Sedangkan, teknik sugesti digunakan
si pelaku dengan menyerang alam tak sadar calon korban. Biasanya masyarakat
lebih akrab dengan teknik gendam. Calon korban diserang dalam posisi tenang
yakni pada saat istirahat atau tahap gelombang otak mengarah tenang.
Menurut Mardigu WP ahli pengamat
terorisme, modus yang digunakan para ‘pencuci otak’ untuk melaksanakan
tujuannya adalah mencari dana dengan doktrin jihad. Pertama, pelaku akan
mengajak si korban untuk hijrah, lalu berjihad, dan terakhir memintanya
berinfaq.
Pendekatan yang dilakukan para
pelaku juga tergolong singkat. Sejak pertama kali mengenal korban hingga
melakukan eksekusi, mereka butuh waktu dua minggu.
Tidak hanya itu, sasaran korban pun
beragam. Tidak ada golongan khusus, atau jenis kelamin tertentu. Yang jelas,
Mardigu meminta semua pihak waspada jika ada orang-orang asing yang mengajak
kenalan dengan cara yang sangat intens.
2.3 Tujuan Teroris
a.
Tujuan Jangka Pendek, meliputi :
1. Mempeeroleh
pengakuan dari masyarakat lokal, nasional, regional maupun dunia internasional
atas perjuangannya.
2. Memicu
reaksi pemerintah, over reaksi dan tindakan represif yang dapat mengakibatkan
keresahan di masyarakat.
3. Mengganggu,
melemahkan dan mempermalukan pemerintah, militer atau aparat keamanan lainnya.
4. Menunjukkan
ketidak mampuan pemerintah dalam melindungi dan mengamankan rakyatnya.
5. Memperoleh
uang atau perlengkapan.
6. Mengganggu
dan atau menghancurkan sarana komunikasi, informasi maupun transportasi.
7. Mencegah
atau menghambat keputusan dari badan eksekutif atau legislatif.
8. Menimbulkan
mogok kerja.
9. Mencegah
mengalirnya investasi dari pihak asing atau program bantuan dari luar negeri.
10. Mempengaruhi jalannya
pemilihan umum.
11. Membebaskan tawanan yang
menjadi kelompok mereka.
12. Membalas dendam.
b.
Tujuan Jangka Panjang, meliputi :
1. Menimbulkan
perubahan dramatis dalam pemerintahan, seperti revolusi, perang saudara atau
perang antar negara.
2. Mengganti
ideologi suatu negara dengan ideologi kelompoknya.
3. Menciptakan
kondisi yang menguntungkan bagi pihak teroris selama perang gerilya.
4. Mempengaruhi
kebijakan pembuat keputusan baik dalam lingkup lokal, nasional, regional atau
internasional.
5. Memperoleh
pengakuan politis sebagai badan hukum untuk mewakili suatu suku bangsa atau
kelompok nasional, misalnya PLO.
2.4 Perkembangan Terorisme Saat Ini
Pola Terorisme terus berubah dan
berkembang. Sedangkan pada permukaan pada intinya tetap "Merencanakan
suatu tindakan dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang
melanggar hukum untuk menanamkan rasa takut ..." Ini sangat efektif
digunakan sebagai alat strategis dalam menghadapi Lawan yang dihadapinya.
Bagaimanapun terorisme telah berkembang dengan luar biasa dengan menerapkan
strategi perang abad 21, mereka juga selalu beradaptasi dengan perubahan sosial
politik dunia serta lingkungan. Beberapa perubahan itu telah mampu
memfasilitasi kemampuan dari teroris dalam beroperasi, memperoleh dana, dan
mengembangkan kemampuan baru. Perubahan lain adalah secara perlahan terorisme
telah bergerak membangun hubungan yang berbeda menuju dunia yang lebih luas.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang
bagaimana konteks perubahan ini , maka kita perlu melihat sejarah perkembangan
terorisme, dengan mewarisi perubahan kontur atas teknik yang dipelopori oleh
orang lain. Perkembangan ini didorong oleh perkembangan yang berlangsung secara
alami, berlangsung dalam suatu konflik dan hubungan internasional. Hal ini juga
perlu di pertimbangkan karena dapat menjadi kemungkinan penyebab konflik yang
lebih besar di masa mendatang, sehingga sangat penting untuk mengetahui Tokoh
dan motivasi mereka.
Berbicara tentang
evolusi/perkembangan terorisme dan penggunaan teror berdasarkan sejarah,
penting untuk diketahui bahwa bentuk-bentuk masyarakat dan pemerintah di masa
lalu sangat berbeda dari apa yang ada saat ini. Seperti diketahui bahwa
negara-negara modern belum terbentuk sampai 1648 (Perjanjian Westphalia), dan
negara pada saat itu di monopoli oleh perang, atau kekerasan antar-negara.
Keterbatasan dari pemerintah pusat tidak memungkinkan untuk menggunakan teror
sebagai metode untuk mempengaruhi perubahan politik, karena tidak ada satu
otoritas politik yang dominan. Demikian juga dengan tidak adanya pusat
kekuasaan berarti bahwa penggunaan peperangan lebih terbuka bagi setiap
kelompok. Tidak hanya tentara nasional, masyarakat golongan bawah, Tentara
bayaran, pimpinan golongan agama, atau para pedagang dan pengusaha turut serta
terlibat dan berpartisipasi dalam peperangan. Keterlibatan mereka dalam
peperangan dianggap sah. Hal ini tentu sangat kontras dengan era modern, di
mana Negara terlibat dalam perang, sedangkan partisipasi pribadi adalah illegal
Teori awal dari Terorisme
Awal penggunaan terorisme, seperti
fanatisme dan pembunuhan sebenarnya tidak meninggalkan filosofi tertentu atau
doktrin tertentu dalam penggunaan terorisme. Suatu pengecualian atas kegagalan
spektakuler seperti “Guy Fawkes” dengan terinspirasi agama berusaha untuk
membunuh King James I dan Anggota Parlemen Inggris, membuktikan terorisme tidak
pernah terpisah dengan kemajuan atau melampaui batas normal dari bentuk
peperangan pada saat itu. Sebagaimana sistem politik menjadi lebih canggih, dan
kekuasaan politik dilihat kurang lebih merupakan karunia ilahi dan dan banyak
lagi pembangunan sosial ide-ide baru yang mengakibatkan timbulnya
konflik-konflik baru.
Suasana perang dan konflik politik
yang melanda Eropa setelah Revolusi Perancis telah memberikan inspirasi dan
pemikiran pada theory politik pada awal 1800an. Beberapa teori penting dari
revolusi sosial telah berkembang selama waktu itu. Menghubungkan antara
kekerasan revolusioner dan teror yang telah berkembang sejak awal. Theory
Revolusioner menolak kemungkinan reformasi sistem dan menginginkan kekerasan
dan kerusakan. Tindakan ekstrimis ini menjadi dasar untuk penggunaan kekerasan
politik .
Dua ideologi yang menggunakan
kekerasan dalam perubahan sosial adalah Marxism yang kemudian berkembang
menjadi komunisme, dan Anarkisme. Keduanya pada dasarnya adalah hanya khayalan
yang muluk-muluk, mereka menyatakan bahwa mereka meletakkan teori dan praktek
dapat menghasilkan masyarakat yang ideal. Kedua ideologiy ini sepaham bahwa
kemunculan mereka adalah karena kerusakan sistem yang ada. Keduanya mengakui
bahwa kekerasan di luar batas dapat diterima dan peperangan dan pemberontakan justru
diperlukan. Komunisme memfokuskan pada perang kelas ekonomi, dan diasumsikan
penyitaan kekuasaan negara oleh (rakyat jelata) sampai negara tidak lagi
diperlukan, dan akhirnya dibuang .Anarkisme menganut paham kurang lebih
penolakan terhadap segala bentuk pemerintahan. Para anarkis percaya bahwa
setelah negara benar-benar hancur, tidak perlu lagi dibentuk yagng baru
sehingga orang bisa hidup dan berinteraksi tanpa paksaan pemerintah. Dalam
jangka pendek, penerimaan dari apa yg di tawarkan komunisme ini diperlukan
untuk keperluan organisasi dan pemaksaan yang digunakan oleh negara saat itu
membuat ideologi ini lebih berhasil dari dua ideologi yang lain. Anarkisme
bertahan di era modern, dengan mempertahankan daya tarik untuk tetap menerapkan
kekerasan sampai hari ini
Abad Evolution of Terrorism
Pada awal Abad 20an. Ideologi yang berdasarkan
Nasionalisme dan revolusi adalah merupakan suatu kekuatan yang paling utama
yang terus di kembangkan menghadapi terorisme. Bila Perjanjian Versailles
menggambar kembali peta Eropa setelah Perang Dunia I oleh kehancuran kekaisaran
Austro-Hungarian yang mengakibatkan terciptanya negara-negara baru, ini diakui
sebagai prinsip penentuan nasib sendiri untuk negara dan kelompok etnis. Hal
ini mendorong etnis minority dan penduduk asli tidak menerima pengakuan untuk
mengkampanyekan kemerdekaan atau otonomi. Namun, dalam banyak kasus, penentuan
nasib sendiri adalah terbatas pada negara-negara Eropa dan kelompok etnik di
Eropa sementara yang lain tidak boleh, terutama penguasa kekuasaan Eropa, telah
menciptakan kepahitan dan periode konflik jangka panjang di daerah-daerah
jajahan atau koloninya..
Secara khusus, Negara-Negara Arab merasa bahwa mereka
telah di Khianati. mereka percaya akan kemerdekaan, mereka sangat kecewa; pertama
ketika Perancis dan Inggris diberi kewenangan atas tanah mereka, dan kemudian
ketika Inggris mengijinkan imigrasi Zionist masuk ke wilayah Palestina Sesuai
dengan isi Deklarasi Balfour.
Sejak akhir Perang Dunia II, terorisme telah
mempercepat perkembangannya menjadi komponen utama dalam konflik kontemporer.
Terutama di gunakan segera setelah perang sebagai unsur utama anti-penjajahan
dan perannya semakin meluas. Dalam Pelayanan di berbagai aspirasi dan ideologi,
terkadang terorisme digantikan dengan bentuk konflik lain. Hal ini menjadi
senjata jarak jauh yang mampu mencapai efek global lebih kurang seperti roket
jarak jauh. Ia juga telah dibuktikan dapat menjadi alat signifikan dari
diplomasi internasional dan terbukti beberapa negara cenderung untuk menggunakannya.
Nampaknya hasil yang cepat dan goncangan yang besar
dari terorisme telah menjadi pertimbangan sebagai jalan singkat menuju
kemenangan. Kelompok Revolusioner yang tidak rela untuk memberikan waktu dan
sumber daya dalam mengatur kegiatan politik akan bergantung pada
"propaganda dari aksi yang dibuat" untuk menggerakkan aksi massa yang
besar. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pergerakan kecil dapat menumbangkan
setiap pemerintah melalui penggunaan terror hal ini dipercayai oleh oleh kaum
revolusioner
Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan
dengan dimensi moral yang luas seperti nilai, ideologi, agama, ketidakadilan
tatanan dan struktur sosial maupun konstelasi dunia. Namun tidak dipungkiri,
bahwa sekarang ini, Islam diidentikan sedemikian rupa sebagai agama yang
mengusung terorisme. Perkembangan Islam, baik secara institusi dan ataupun
individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa
alasan yang jelas sama sekali.
Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus
dimunculkan setiap hari di berbagai belahan dunia.Hingga umat pun
perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu,
padahal tak sedikitpun agama ini menganjurkan kekerasan. Dalam berperang, Islam
telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan, tidak boleh
membunuh non-kombatan, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan,
dan sebagainya.
Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik:
1. ada
maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.
2. keinginan
untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
3. tidak
pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
4. serangan
Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya
seluruh permukaan bumi.
Perkembangan Terorisme di Indonesia
Terorisme sebuah fenomena yang mengganggu. Aksi
terorisme seringkali melibatkan beberapa negara. Sponsor internasional yang
sesungguhnya adalah negara besar. Harus dipahami bahwa terorisme sekarang telah
mendunia dan tidak memandang garis perbatasan internasional.
Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor
1373 yang menetapkan Al Qaeda pimpinan Osama bin Laden berada dibalik tragedi
11 September 2001 dan dinyatakan sebagai Terorisme yang harus diberantas oleh
dunia telah menimbulkan berbagai reaksi dikalangan masyarakat internasional
diantaranya muncul tanggapan yang menyatakan bahwa justru Amerika Serikat lah
yang mensponsori aksi teror di dunia dengan membentuk konspirasi global yang didukung
sekutunya dengan tujuan menghancurkan Islam di Indonesia tanggapan tersebut
santer ketika munculnya pernyataan PM Senior Singapura Lee Kuan Yeuw bahwa
Indonesia “Sarang Teroris” yang serta merta seluruh masyarakat Indonesia
menolak pernyataan tersebut dengan membakar gambar/patung PM Singapura.
Walaupun Polri berhasil menangkap
para pelaku serta mengungkap jaringan Terorisme yang berada dibalik peristiwa
tersebut, namun hal ini sangat berdampak pada semua aspek kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Atas hasil pengungkapan kasus peledakan bom Bali
reaksi masyarakat yang semula cenderung apriori terhadap bom Bali, seolah-olah
semua ini adalah hasil rekayasa internasional bersama pemerintah, kini telah
bergeser dan mampu melihat fakta secara obyektif melalui proses penanganan dan
pengungkapan berbagai macam serta semua jaringan dan para pelaku serta.
Taktik. Yang sering dilakukan oleh para teroris
adalah:
1) Bom. Taktik yang sering digunakan
adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir ini sering terjadi aksi teror yang
dilaksanakan dengan menggunakan bom, baik di Indonesia maupun di luar negeri,
dan hal ini kedepan masih mungkin terjadi.
2) Pembajakan. Pembajakan sangat
populer dilancarkan oleh kelompok teroris. Pembajkan terhadap pesawat terbang
komersial pernah terjadi di beberapa negara, termasuk terhadap pesawat Garuda
Indonesia di Don Muang Bangkok pada tahun 1981. Tidak menutup kemungkinan
pembajakan pesawat terbang komersial masih akaan terjadi saat ini dan massa
yang akan datang, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
3) Pembunuhan. Pembunuhan adalah
bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat in. Sasaran
dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim
bertanggungjawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini
biasanya adalah pejabat pemerintah, penguasa, politisi dan aparat keamanan.
Dlam sepuluh tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris seluruh
dunia.
4) Penculikan. Tidak semua
penghadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf
di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personel, sepperti
yang dilakukan oleh kelompok GAM terhadap kameraman RCTI Ersa Siregar dan Fery
Santoro di Aceh. Penculikan biasanya akan diikuti dengan tuntutan imbalan
berupa uang atau tuntutan p[olitik lainnya.
5) Penyanderaan. Perbedaan antara
penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk
operasi ini seringkali meimiliki pengegertian yang sama. Penculik biasanya
meennan korbannya di tempat tersembunyi dan tuntutannya adalah berupa materi
dan uang, sedangkan penyanderaan biasanya menahan sandera di tempat umum
ataupun di dalam hutan seperti yang dilakukan oleh kelompok Kelly Kwalik di
Papua yang menyandera tim peneliti Lorenz pada tahun 1996. Tuntutan
penyannderaan lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering
dilemparkan pada kasus penyanderaan ini.
2.5 Cara Agar Terhindar Dari Pengaruh Terorisme
Dalam rangka memerangi aksi
terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi :
(1) kesiapan dibidang politik, yakni
perlunya dukungan masyarakat secara penuh bahwa terorisme adalah musuh bangsa
dan negara yang harus dihadapi oleh segenap bangsa;
(2) kesiapan dibidang hukum,
peraturan perudangan dibidang pemberantasan terorisme merupakan agenda mutlak,
karena hukum ini akan memberikan kekuatan kepada semua pihak untuk menjerat
pelaku terorisme, disadari bahwa hukum untuk menghadapi aksi teror kurang
sejalan dengan semangat demokrasi dan HAM;
(3) kesiapan bidang operasional,
yakni menuntut kesiapan adanya satuan antiteror dan Litbang teror, bekerjasama
dengan semua pihak, permasalahannya adalah belum adanya aturan baku atau
prosedur tetap yang baku dan mengikat semua pihak.
Masyarakat harus lebih menyadari
tentang keadaan dirinya, menyadari proses yang dirinya sedang terlibat saat
itu. Untuk teknik lowball, biasanya yang diserang adalah orang bertipe mudah
merasa bersalah. Jadi saat diminta untuk berbuat sesuatu, tidak bisa menolak.
Tak jauh beda dengan teknik lowball,
teknik sugesti juga harus diwaspadai. Kuncinya, masyarakat memang harus
meningkatkan kesadaran diri. “Bila ada orang asing yang memberikan perhatian
berlebihan, jangan ragu-ragu menolak. Biasanya pelaku-pelaku kejahatan tersebut
mensugesti kita menuju ketenangan, bisa dengan memberikan kue atau bahkan
mengajak ke suatu tempat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Terorisme adalah kekerasan atau
ancaman kekerasan yang diperhitungkan sedemikian rupa untuk menciptkan suasana
ketakutan dan bahaya dengan maksud menarik perhatian nasional atau
internasional terhadap suatu aksi maupun tuntutan.
Ciri-ciri terorisme adalah :
1. Organisasi
yang baik, berdisiplin tinggi & militant
2. Mempunyai
tujuan politik, ideologi tetapi melakukan kejahatan kriminal untuk mencapai
tujuan.
3. Tidak
mengindahkan norma-norma universal yang berlaku, seperti agama, hukum dan HAM.
4. Memilih
sasaran yang menimbulkan efek psikologis yang tinggi untuk menimbulkan rasa
takut dan mendapatkan publikasi yang luas.
5. Menggunakan
cara-cara antara lain seperti : pengeboman, penculikan, penyanderaan,
pembajakan dan sebagainya yang dapat menarik perhatian massa/publik.
Bentuk-bentuk Terorisme:
v Dilihar dari cara-cara yang
digunakan :
1) Teror Fisik
2) Teror Mental
v Dilihat dari Skala sasaran
teror :
1) Teror Nasional
2) Teror Internasional
a) Dari Pihak yang kuat kepada pihak
yang lemah. Dalam bentuk penjajahan, invansi, intervensi, agresi dan perang terbuka.
b) Dari Pihak yang Lemah kepada
Pihak yang kuat. Dalam bentuk pembajakan, gangguan keamanan internasional,
sabotase, tindakan nekat dan berani mati, pasukan bunuh diri, dsb.
Dalam rangka memerangi aksi
terorisme, secara umum diperlukan persyaratan kesiapan yang meliputi :
(1) kesiapan dibidang politik
(2) kesiapan dibidang hukum
(3) kesiapan bidang operasional
3.2 Saran
Setiap tindakan kaum teroris adalah tindakan kriminal.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang mempunyai moral, pendidikan, dan
etika sudah selayaknya tidak terjerumus hal-hal yang berhubungan dengan
tindakan terorisme ataupun tindakan kriminal lainnya. Selain itu, penyuluhan
terhadap bahaya terorisme di sekitar kita perlu diadakan untuk antisipasi
terpengaruhnya masyarakat awam terhadap terorisme.
DAFTAR PUSTAKA
Post a Comment for "Contoh makalah terorisme"