Contoh makalah BPUPKI dan PPKI
Menurut wikipedia Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara
Jepang pada tanggal 1 Maret 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun
Kaisar Hirohito.
Beikut ini adalah contoh makalah yang berjudul "PEMBENTUKAN BPUPKI DAN PPKI"
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perjuangan mencapai
kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui bidang. Yaitu bidang budaya,
sosial, ekonomi, dan politik. Di antara bidang-bidang tersebut, bidang politik
yang paling menonjol. Karena penjajahan Belanda menggunakan politik dalam segala
bidang. Hal ini terjadi pada awal abad ke-20 dimana pada waktu itu bangsa
Indonesia telah mengubah cara perjuangannya, tidak lagi bersifat lokal,
melainkan bersifat nasional.
Dalam perjuangan yang bersifat
nasional itu, peranan organisasi sangat menentukan. Organisasi pergerakan
nasional pertama telah dirintis oleh Budi Utomo, namun Budi Utomo pada awalnya
menempuh perjuangan melalui bidang sosial-budaya. Organisasi Budi Utomo
tersebut telah modern, karena telah tersusun secara baik dan jelas arah tujuannya
yang dituangkan ke dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dan disusul
dengan organisasi lain.
Sejak tahun 1941 Jepang mengobarkan
perang Asia Timur Raya. Perang ini ditandai dengan pengeboman pangkalan
Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour (Hawaii) pada 7 Desember 1941
oleh Angkatan Perang Jepang. Pada awalnya pasukan Jepang banyak mendapatkan
kemenangan dalam pertempuran-pertempuran selanjutnya. Namun, di tahun 1942
perang Jepang mulai terdesak. Untuk mendapatkan dukungan dari negara-negara
jajahan Jepang, pemerintah Jepang kemudian menjanjikan akan memberikan
kemerdekaan kepada negara-negara jajahannya.
Ternyata situasi pasukan Jepang semakin memburuk pada bulan
Juli – Agustus 1944. Hal itu menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo. Sebagai gantinya
kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso sebagai Perdana Menteri yang memimpin
Kabinet Baru (Kabinet Koiso). Salah satu langkah kebijakan yang diambil oleh
Koiso di daerah-daerah pendudukan adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji
kemerdekaan di kemudian hari”. Pada tanggal 7 September 1944Perdana Menteri
Jepang Kuniaki Koiso dalam Sidang Parlemen Jepang (Teikoku Gikei) ke-85 di
Tokyo mengumumkan bahwa, daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka
kelak di kemudian hari. Janji ini kemudian direalisasi Jepang dengan membentuk
badan-badan untuk mempelajari, mempersiapkan, dan melengkapi Indonesia yang
akan menjadi negara merdeka.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana reaksi rakyat
Indonesia terhadap kebijakan Jepang tersebut?
2. Bagaimana hasil sidang
BPUPKI dan PPKI yang menjadi persiapan bangsa Indonesia kea rah kemerdekaan?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahu bagaimana reaksi rakyat Indonesia terhadap kebijakan Jepang.
2.
Untuk mengetahui hasil sidang BPUPKI dan PPKI.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di
Indonesia
Pada tanggal 7 September 1944 di dalam sidang istimewa Teikoku
Gikai (Parlemen Jepang) ke-85 di Tokyo, Perdana Menteri Koiso (pengganti
Perdana Menteri Tojo) mengumumkan tentang pendirian pemerintah Kemaharajaan
Jepang, bahwa daerah Hindia Timur (Indonesia) diperkenankan merdeka kelak di
kemudian hari. Apa yang sebenarnya menyebabkan dikeluarkannya pernyataan
tersebut adalah karena semakin terjepitnya angkatan perang Jepang. Dalam bulan
Juli 1944, kepulauan Saipan yang letaknya strategis, jatuh ketangan Amerika
yang menimbulkan kegoncangan dalam masyarakat Jepang.
Situasi Jepang semakin buruk didalam bulan Agustus 1944. Terbukti
bahwa moral masyarakat mulai mundur, produksi perang merosot, yang
mengakibatkan kurangnya persediaan senjata dan amunisi, ditambah dengan
timbulnya soal-soal logistik karena hilangnya sejumlah besar kapal-angkut dan
kapal perang.
Faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut menyebabkan
jatuhnya kabinet P.M.Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan diangkatnya Jenderal
Kuniaki Koiso sebagai penggantinya. Salah satu langkah yang diambilnya guna
mempertahankan pengaruh Jepang diantara penduduk negeri-negeri yang didudukinya
ialah dengan cara mengeluarkan pernyataan “Janji Kemerdekaan Indonesia di
kemudian hari”. Dengan cara demikian Jepang mengharapkan bahwa Serikat akan
disambut oleh penduduk, tidak sebagai pembebas rakyat, melainkan sebagai
penyerbu ke negara merdeka.
B. BPUPKI
1. Terbentuknya BPUPKI
Dalam tahun 1944 dengan jatuhnya Saipan dan dipukul
mundurnya angkatan perang Jepang dari Irian Timur, Kepulauan Solomon dan
Marshall oleh angkatan perang Serikat, maka seluruh garis pertahanan di Pasifik
terancam dan berarti kekalahan Jepang telah terbayang. Kemudian Jepang
menghadapi serangan Serikat atas kota-kota Ambon, Makassar, Manado dan
Surabaya; bahkan tentara Serikat telah pula mendarat di pelabuhan kota minyak
seperti Balikpapan. Menghadapi situasi yang kritis itu, pemerintah militer
Jepang di Jawa dibawah pimpinan Saiko Syikikan Kumakici Harada pada
tanggal 1945, telah mengumumkan pembentukan suatu Badan Oentoek Menyelidiki
Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan disingkat menjadi Badan Penyelidik
Persiapan Kemerdekaan (Dokuritsu Junbi Cosakai). Tindakan itu merupakan
langkah kongkrit pertama bagi terpenuhinya janji Koiso tentang “Kemerdekaan
Indonesia kelak di kemudian hari”. Maksud tujuannya ialah untuk mempelajari dan
menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan segi-segi politik,
ekonomi, tata pemerintahan dan lain-lainnya, yang dibutuhkan dalam usaha
pembentukan negara Indonesia merdeka. Susunan pengurusnya terdiri dari sebuah
badan perundingan dan kantor tatausaha. Badan perundingan terdiri dari seorang Kaico
(Ketua), 2 orang Fuku Kaico (Ketua muda), 60 orang Iin (anggota),
termasuk 4 orang golongan Cina dan golongan Arab serta seorang golongan
peranakan Belanda.
Terdapat pula 7 orang anggota Jepang, yang duduk dalam
pengurus istimewa yang akan menghadiri setiap sidang tetapi mereka tidak
mempunyai hak suara. Pengangkatannya diumumkan pada tanggal 29 April 1945,
dimana yang diangkat sebagai Kaico bukanlah Ir. Soekarno yang saat itu
dikenal sebagai pemimpin nasional utama, tetapi dr.K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat. Pengangkatan itu disetujui oleh Ir. Soekarno yang menganggap
bahwa kedudukannya sebagai seorang anggota biasa dalam badan tersebut akan
lebih mempunyai kemungkinan besar untuk turut aktif didalam perundingan.
Sedangkan sebagai Fuku Kaico pertama dijabat oleh orang Jepang yakni Syucokan
Cirebon dan R. Surowo (Syucokan Kedu) sebagai Fuku Kaico kedua.
R.P. Suroso diangkat pula sebagai kepala secretariat Dokuritsu Junbi Cosakai
dengan dibantu oleh Toyohiko Masuda dan Mr. A G Pringgodigdo.
Pada
tanggal 28 Mei 1945 dimulailah upacara pembukaan sidang pertama Badan Usaha
Persiapan Kemerdekaan, bertempat di gedung Cuo Sangi In. Jenderal
Itagaki (Panglima Tentara Wilayah Ketujuh yang bermarkas besar di Singapura)
dan Letnal Jenderal Nagano (Panglima Tentara Keenambelas di Jawa) menghadiri
sidang tersebut. Pada kesempatan itu pula dilakukan upacara pengibaran bendera Hinomaru
oleh Mr.A.G. Pringgodigdo yang kemudian disusul dengan pengibaran Sang Merah
Putih oleh Toyohiko Masuda. Peristiwa tersebut telah membangkitkan semangat
para anggota dalam usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
2. Sidang BPUPKI
Sebagai realisasi pelaksanaan tugas, BPUPKI kemudian
mengadakan sidang-sidang. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI tersebut
dibagi menjadi dua kali sidang. Sidang BPUPKI I diadakan pada tanggal 29 Mei –
1 Juni 1945. Kemudian Sidang BPUPKI II dilangsungkan pada tanggal 10 – 17 Juli
1945. Sidang-sidang BPUPKI itu untuk merumuskan Undang-Undang Dasar.
a. Sidang I
Sidang
berlangsung pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Mr. Moh. Yamin
dan Ir. Soekarno terdapat diantara para pembicara, yang telah mengucapkan
pidato penting, yang dianggap telah mengusulkan kelima dasar filsafat negara
yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Yang dianggap pertama kali
merumuskan materi Pancasila, ialah Mr. Moh. Yamin, yang pada tanggal 29
Mei 1945 di dalam pidatonya mengemukakan lima Azas dan Dasar Negara Kebangsaan
Republik Indonesia sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat).
Mr. Supomo dalam pidatonya tanggal 31 Mei 1945 juga
menyampaikan dasar-dasar negara yang diajukan sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.
3. Keseimbangan
lahir dan batin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan
rakyat.
Tiga
hari kemudian, yakni pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno, mengucapkan
pidatonya yang kemudian dikenal dengan nama Lahirnya Pancasila, dimana materi
dan nama Pancasila sekaligus dicetuskan didalam. Materi Pancasila
yang dikemukakannya adalah sebagai berikut:
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau peri
kemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kelima
dasar itu atas “petunjuk seorang teman ahli bahasa” oleh Ir. Soekarno dinamakan
Pancasila.
Untuk menindaklanjuti usulan-usulan
dari sidang, BPUPKI membentuk panitia kecil yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia ini dikenal sebagai Panitia Sembilan. Sebagai ketuanya Ir. Soekarno.
Anggota-anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. Ahmad Subarjo,
Mr. A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan
Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan melahirkan
rumusan yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta (Jakarta Charter).
Rumusan tersebut sebagai berikut:
1. Ketuhan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan
Indonesia.
4. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Sidang II
Pada tanggal 10
Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II. Sidang ini membahas rancangan Undang-Undang Dasar (UUD).
Panitia perancang UUD diketuai oleh Ir. Soekarno.
Panitia Perancang membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan
rancangan UUD dengan segala pasal-pasalnya. Panitia kecil ini dipimpin oleh Mr.
Supomo.
Sebelum membahas rancangan Undang-Undang Dasar, mereka
membahas bentuk negara. Setelah diadakan pungutan suara, mayoritas anggota
memilih negara kesatuan yang berbentuk republik.
Bahasan berikutnya adalah UUD dan pembukaannya. Pada rapat
tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat menerima Piagam
Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI melanjutkan sidang
untuk menerima laporan dari Panitia Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan
oleh Ir. Soekarno selaku ketua Panitia Perancang UUD sebagai berikut:
1. Pernyataan Indonesia
merdeka.
2. Pembukaan UUD (diambil dari
Piagam Jakarta).
3. Batang tubuh UUD.
Sebelum Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan dibentuk dan
bersidang di Bndung pada tanggal 16 Mei 1945 telah diadakan Kongres Pemuda
seluruh Jawa, yang penyelenggaraannya disponsori oleh Angkatan Moeda Indonesia.
Adapun Angkatan Moeda Indonesia rupa-rupanya dibentuk atas inisiatif Jepang
pada pertengahan tahun 1944, tetapi kemudian menjadi suatu gerakan pemuda yang
anti-Jepang. Oleh para pemimpin Angkatan Moeda Indonesia di dalam kongres yang
dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar
dan mahasiswa seluruh Jawa, antara lain Djamal Ali, Chairul Saleh, Anwar
Tjokroaminoto dan Harsono Tjokroaminoto serta mahasiswa-mahasiswa Ika
Daigaku Jakarta, dianjurkan agar para pemuda di Jawa hendaknya bersatu dan
mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan bukan sebagai
hadiah Jepang. Pertemuan berada dalam suasana militant dan nasionalistis,
dimana hanya dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa lagu kebangsaan Jepang Kimigayo
dan dilakukan pengibaran bendera Merah Putih, tanpa didampingi oleh
bendera Jepang.
Setelah 3 hari lamanya kongres berjalan, akhirnya dicapai
dua resolusi sebagai berikut: pertama semua golongan Indonesia terutama
golongan pemuda dipersatukan dan dibulatkan dibawah satu pimpinan saja dan
kedua, dipercepatnya pelaksanaan kemerdekaan Indonesia.
Tetapi, sebagaimana yang diberitahukan oleh pers resmi,
ternyata kongres pun menyatakan dukungan sepenuhnya dan kerjasama erat dengan
Jepang seperti usaha mencapai kemenangan terakhir. Pernyataan tersebut tidak
memuaskan beberapa tokoh pemuda yang hadir, seperti urusan dari Jakarta yang
dipimpin oleh Sukarni, Harsono Tjokroaminoto dan Chairul Saleh. Mereka bertekad
untuk tidak mengambil bagian dalam gerakan Angkatan Moeda Indonesia dan
bermaksud untuk menyiapkan suatu gerakan pemuda yang lebih radikal.
Sebagai imbangannya, pada tanggal 3 Juli 1945 diadakan suatu
pertemuan rahasia di Jakarta diantaranya sejumlah 100 pemuda yang membentuk
suatu panitia khusus yang diketuai oleh B.M. Diah, dengan para anggotanya
Sukarni, Sudiro, Sjarif Thayeb, Harsono Tjokroaminoto, Wikana, Chairul Saleh,
F. Gultom, Supeno dan Asmara Hadi. Pertemuan rahasia diadakan Gerakan Angkatan
Baroe Indonesia, yang kegiatannya sebagian besar digerakkan oleh para pemuda
dari Asrama Menteng 31.
Tujuan daripada gerakan tersebut tercantum didalam surat kabar
Asia Raya pertengahan bulan Juni 1945, yang menunjukkan sifat
daripada gerakan tersebut yang lebih radikal sebagai berikut: pertama mencapai
persatuan kompak diantara seluruh golongan masyarakat Indonesia, kedua menamkan
semangat revolusioner massa atas dasar kesadaran mereka sebagai rakyat yang
berdaulat; ketiga, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia, dan keempat
mempersatukan Indonesia bahu membahu dengan Jepang, tetapi jika perlu gerakan
itu bermaksud untuk “mencapai kemerdekaan dengan kekuatannya sendiri”
Golongan pemuda yang tergabung dalam Angkatan Baroe
Indonesia didalam perkembangan selanjutnya dapat mengemukakan
pendapat-pendapatnya yang mempengaruhi usaha pembentukan negara Indonesia. Para
pemuda seperti Chairul Saleh, Sukarni, B.M. Diah, Asmara Hadi, Harsono
Tjokroaminoto, Wikana, Sudiro, Supeno, Adam Malik, S.K. Trimurti, Sutomo dan
Pandu Kartawiguna telah diikutsertakan didalam suatu gerakan yang disebut
Gerakan Rakyat Baroe. Gerakan tersebut diperkenankan pembentukannya oleh Saiko
Syikikan yang baru, Letnan Jenderal Y. Nagano didalam suatu pertemuan pada
tanggal 2 Juli 1945. Gerakan Rakyat Baroe disusun berdasarkan hasil sidang Cuo
Sangi In ke 8 yang mengusulkan pendirian suatu gerakan untuk
mengobar-ngobarkan semangat cinta kepada tanah air dan semangat perang. Susunan
pengurus pusat gerakan tersebut terdiri dari 80 orang. Disamping anggotanya
terdiri atas penduduk asli Indonesia dan bangsa Jepang, juga terdapat golongan
Cina, golongan Arab dan golongan Peranakan Eropa.
Sedangkan pengangkatan wakil-wakil golongan pemuda
didalamnya dimaksudkan oleh pemerintah Jepang untuk menguasai kegiatan-kegiatan
mereka. Somubuco Mayor Jenderal Nisyimura menegaskan bahwa setiap
organisasi pemuda yang tergabung didalamnya harus tunduk sepenuhnya kepada Gunseibu
(Pemerintah Militer Jepang) dan merekapun harus pula bekerja di bawah
kekuasaan petugas-petugas pemerintah yang berhubungan erat dengan ahli-ahli
Jepang. Dengan demikian berarti kebebasan bergerak para pemuda dibatasi, hingga
timbullah rasa tidak puas. Akhirnya tatkala Geraka Rakyat Baroe diresmikan
pembentukannya pada tanggal 28 Juli 1945, dimana dua organisasi besar, yaitu
Jawa Hokokai dan Masjumi digabungkan menjadi satu didalamnya, tidak
seorangpun tokoh golongan pemuda yang radikal, seperti Chairul Saleh, Sukarni,
Harsono Tjokroaminoto dan Asmara Hadi yang bersedia menduduki kursi yang telah
disediakan untuk mereka. Maka nampaklah bahwa perselisihan paham antara
golongan tua dan golongan muda tentang cara melaksanakan berdirinya negara
Indonesia Merdeka, semakin tajam.
Sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir. Soekarno
tersebut. Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, maka BPUPKI dibubarkan.
Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai
atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
C. PPKI
1. Terbentuknya PPKI
Jepang semakin mengalami kemuduran dalam Perang Asia Timur
Raya. Komando Tentara Jepang wilayah Selatan mengadakan rapat. Dalam rapat itu
disepakati bahwa Indonesia akan diberi kemerdekaan pada tanggal 7 September
1945.
Keadaan Jepang semakin kritis. Pada 6 Agustus 1945, kota
Hiroshima dibom atom oleh Amerika Serikat. Menghadapi situasi ini, Jenderal
Terauci menyetujui pembentukan Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Persetujuan ini terjadi pada tanggal 7 Agustus 1945. Tugas
PPKI adalah melanjutkan tugas BPUPKI dan untuk mempersiapkan Kemerdekaan
Indonesia.
Duapuluh-satu anggota telah dipilih, tidak hanya terbatas
pada wakil-wakil di Jawa, tetapi juga dari berbagai pulau dan suku seperti
berikut: 12 wakil dari Jawa, 3 wakil dari Sumatra, 2 wakil dari Sulawesi,
seorang wakil dari Maluku, seorang wakil dari Sunda Kecil dan seorang wakil
golongan penduduk Cina.
Yang ditunjuk sebagai ketua dalam PPKI ialah Ir. Sukarno,
sedangkan Drs. Moh. Hatta ditunjuk sebagai wakil ketua. Sebagai penasehatnya
ditunjuk Mr. Ahmad Subardjo. Kemudian PPKI ditambah dengan enam anggota lagi
tanpa seizing pihak Jepang; anggota-anggota itu adalah Wiranatakusumah, Ki
Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Sajuti Melik, Iwa Kusumasumantri dan
Ahmad Subardjo.
Para
anggota didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) itu digerakkan
oleh pemerintah sedangkan mereka diizinkan melakukan segala sesuatunya menurut
pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri; tetapi di dalam melakukan
kewajibannya itu mereka diwajibkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Syarat pertama untuk
mencapai kemerdekaan ialah menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapi
oleh bangsa Indonesia, karena itu harus mengerahkan tenaga sebesar-besarnya,
dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk
memperoleh kemenangan akhir dalam perang Asia Timur Raya.
2. Kemerdekaan negara
Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama di Asia Timur
Raya, maka cita-cita bangsa Indonesia itu harus disesuaikan dengan cita-cita
pemerintah Jepang yang bersemangat Hakko-Iciu.
Pada tanggal 9 Agustus 1945 mereka berangkat menuju ke
markas besar Terauci di Vietnam Selatan. Dalam suatu pertemuan di Dalath
(Vietnam Selatan) pada tanggal 12 Agustus 1945 Marsekal Terauci menyampaikan
kepada ketiga pemimpin tersebut bahwa Pemerintah Kemaharajaan telah memutuskan
untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Untuk melaksanakannya telah
dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pelaksanaannya dapat
dilaksanakan segera setelah persiapannya selesai. Wilayah Indonesia akan
meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Mungkin pelaksanaannya tidak
dapat sekaligus untuk seluruh Indonesia, melainkan bagian demi bagian sesuai
kondisi setempat.
Selama masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga
kali pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945.
Berikut ini hasil-hasil sidang PPKI.
1. Sidang PPKI I tanggal 18
Agustus 1945
a. Mengesahkan UUD
sebagai UUD negara RI.
b. Memilih Ir. Soekarno
sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden.
c. Untuk sementara waktu
presiden dibantu oleh sebuah Komite Nasional Indonesia.
2. Sidang PPKI II tanggal 19
Agustus 1945
a. Menetapkan wilayah
Indonesia menjadi 8 provinsi dan menunjuk gubernurnya.
b. Menetapkan 12 departemen
beserta menteri-menterinya.
c. Mengusulkan
dibentuknya tentara kebangsaan.
d. Pembentukan komite nasional
di setiap provinsinya.
3. Sidang PPKI III tanggal 22
Agustus 1945
a. Dibentuknya Komite
Nasional.
b. Dibentuknya Partai Nasional
Indonesia.
c. Dibentuknya tentara
kebangsaan.
2. PPKI dan Perkembangan
Situasi Indonesia
Tanggal 14 Agustus 1945, Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan
dr. Radjiman Wediodiningrat pulang kembali ke Jakarta. Ternyata Jepang saat itu
menghadapi pemboman Serikat atas Hirosyima dan Nagasaki, sedangkan Uni Sovyet
menyatakan prang terhadap Jepang dengan cara melakukan penyerbuannya ke
Mancuria. Dengan demikian dapat diduga bahwa kekalahan Jepang akan terjadi
dalam waktu yang sangat singkat, sehingga Proklamasi Kemerdekaan harus segera
dilaksanakan.
Dalam hal ini Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta berpendapat
bahwa soal Kemerdekaan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari
hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri tidaklah menjadi soal karena Jepang
sudah kalah. Kini kita menghadapi Sekutu yang berusaha akan mengembalikan
kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu untuk memproklamasikan Kemerdekaan
Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi. Mereka ingin
memperbincangkan pelaksanaan proklamasi kemerdekaan didalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sehingga dengan demikian tidak menyimpang dari
ketentuan pemerintah Jepang, yang menetapkan waktu berkumpulnya para anggota
PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan waktu diadakannya sidang PPKI yang
pertama pada keesokan harinya.
Sikap demikianlah yang tidak disetujui oleh golongan muda,
yang menganggap badan PPKI adalah badan Jepang dan tidak menyetujui lahirnya
proklamasi Kemerdekaan secara apa yang telah dijanjikan oleh Marsekal Terauci
dalam pertemuan di Dalath. Sebaliknya golongan muda menghendaki terlaksananya
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan kekuatan sendiri lepas sama sekali dari
pemerintah Jepang.
Sutan Sjahrir termasuk tokoh pertama yang mendesak
diproklamasikannya Kemerdekaan Indonesia oleh Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta
tanpa menunggu janji Jepang yang dikatakannya sebagai tipu muslihat belaka.
Karena ia mendengarkan radio yang tidak disegel oleh pemerintah militer Jepang,
ia mengetahui, bahwa Jepang sudah memutuskan untuk menyerah. Desakan tersebut
dilakukannya dalam suatu pertemuan dengan Drs. Moh. Hatta pada tanggal 15
Agustus 1945, tak lama sesudah kembali dari Dalath. Tetapi Ir. Sukarno dan Drs.
Moh. Hatta masih mencari kebenaran berita tentang penyerahan Jepang secara
resmi dan tetap ingin membicarakan pelaksanaan Proklamasi pada rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
Tindakan selanjutnya diambil oleh golongan muda yang
terlebih dahulu mengadakan suatu perundingan di salah satu ruangan Lembaga
Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta, pada tanggal 15 Agustus 1945, jam
20.00. Diantara hadirin Nampak Chairul Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio,
Subianto, Margono, disamping Wikana dan Armansjah dari golongan Kaigun.
Keputusan rapat yang dipimpin oleh Chairul Saleh menunjukkan tuntutan-tuntutan
radikal golongan pemuda yang antaranya menegaskan bahwa Kemerdekaan Indonesia
adalah hak dan soal rakyat Indonesia sendiri, tak dapat digantung-gantungkan
pada orang dan kerajaan lain. Maka diputuskan segala ikatan dan hubungan dengan
janji kemerdekaan dari Jepang dan sebaliknya mengharapkan diadakannya
perundingan dengan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta agar mereka turut menyatakan
proklamasi.
Keputusan rapat tersebut disampaikan oleh Wikana dan Darwis
pada saat yang sama yakni jam 22.00 di rumah kediaman Ir. Sukarno, Pegangsaan
Timur (sekarang jalan Proklamasi) 56, Jakarta. Tuntutan Wikana agar Proklamasi
dinyatakan oleh Ir. Sukarno pada keesokan harinya telah menegangkan suasana
karena ia menyatakan bahwa akan terjadi pertumpahan darah jika keinginan mereka
tidak dilaksanakan. Mendengar ancaman itu Ir. Sukarno menjadi marah dan
melontarkan kata-kata yang bunyinya sebagai berikut: “Inilah leherku, saudara
boleh membunuh saya sekarang juga. Saya tidak bisa melepaskan tanggung jawab saya
sebagai ketua PPKI. Karena itu akan saya tanyakan kepada wakil-wakil PPKI
besok”.
Suasana hangat itu disaksikan oleh golongan nasionalis
angkatan tua lainnya seperti Drs. Moh. Hatta, Dr. Buntaran, dr. Samsi, Mr.
Ahmad Subardjo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Nampak adanya perbedaan pendapat,
dimana golongan pemuda tetap mendesak agar besok pada tanggal 16 Agustus 1945
dinyatakann Proklamasi, sedangkan golongan pemimpin angkatan tua masih
menekankan perlunya diadakan rapat PPKI terlebih dahulu.
Perbedaan pendapat itu telah membawa golongan pemuda kepada
tindakan berikutnya, yakni mengamankan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke
Rengasdengklok. Tindakannya berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada jam
24.00 menjelang tanggal 16 Agustus 1945 di Cikini 71, Jakarta (sekarang Toko
Kue Maison Benny). Rapat selain dihadiri oleh pemuda-pemuda yang pernah berapat
di ruangan Lembaga Bakteorologi Pegangsaan Timur, juga dihadiri oleh Sukarni,
Jusuf Kunto, Dr. Muwardi dari Barisan Pelopor, Syodanco Singgih dari Daidan
PETA Jakarta Syu. Keputusan itu adalah sebagai berikut:
“Kemerdekaan
harus dinyatakan sendiri oleh rakyat, jangan menunggu kemerdekaan sebagai
hadiah dari Jepang. Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta akan diamankan ke luar
kota, dimana Peta telah siap untuk menghadapi segala kemungkinan yang timbul
setelah proklamasi dinyatakan. Sebab jika mereka berada di Jakarta, mereka akan
dipengaruhi dan ditekan oleh kekuatan Jepang untuk menghalang-halangi
berlangsungnya proklamasi Kemerdekaan. Demikianlah pada tanggal 16 Agustus 1945
jam 06.00 (waktu Tokyo) atau jam 04.30 waktu Jawa jaman Jepang atau jam 04.00
WIB terjadi peristiwa pengamanan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta ke luar kota
menuju Rengasdengklok di sebelah utara Karawang. Maksud daripada pengamanan
yang dilaksanakan oleh Sukarni dan Jusuf Kunto dari golongan pemuda itu adalah
untuk menjauhkan Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta dari segala pengaruh Jepang.
Juga
oleh Sukarni dijelaskan agar di Rengasdengklok ini dua tokoh menyatakan
Proklamasi Kemerdekaan atas nama seluruh rakyat. Karena keadaan sudah mendesak
dan suasanapun sudah memuncak. Jika tidak dilaksanakan, maka pemberontakan
melawan setiap penghalang kemerdekaan akan terjadi. Oleh karena itu atas nama
segenap rakyat, mereka menuntut supaya kedua tokoh turut melaksanakan
Proklamasi. Jika tidak, maka segala akibatnya terutama yang mengenai
keselamatan mereka tidak akan dapat ditanggung lagi oleh mereka.
Sementara
itu di Jakarta Chairul cs. telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan di
Jakarta. Tetapi rencana untuk merebut kota Jakarta tidak berhasil disusun
karena tiadanya dukungan positif dari Peta seluruhnya. Sedangkan sikap kedua
tokoh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta di Rengasdengklok tidak berubah. Karena
itu Jusuf Kunto diutus ke Jakarta untuk melaporkan dan merundingkan dengan
kelompok-kelompok yang ada disana. Tetapi yang ditemui hanyalah golongan Kaigun,
terutama Mr. Ahmad Subardjo.
Antara
Mr. Ahmad Subardjo dengan Wikana kemudian terdapat kata sepakat bahwa
Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta, dimana Laksamana Maeda
bersedia akan menjamin keselamatan selama mereka berada di rumahnya. Karena itu
Jusuf Kunto pada hari itu juga membawa Mr. Ahmad Subardjo bersama Sudiro (Mbah)
ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan tiba jam 17.30
WIB. Di Rengasdengklok antara golongan tua dan golongan muda tidak terjadi
perundingan, hanya telah diberi jaminan oleh Ahmas Subardjo dengan taruhan
nyawa bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945 keesokan
harinya selambat-lambatnya jam 12.00.
Dengan
jaminan tersebut Komandan Kompi Peta setempat Cudanco Subeno melepaskan
Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta
pada jam 23.00 WIB rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Bodjol No. 1
(sekarang tempat kediaman resmi Duta Besar Inggris) setelah Soekarno dan Hatta
singgah di rumah masing-masing terlebih dahulu. Di tempat inilah naskah
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sebelumnya Soekarno dan Hatta telah menemui
Somubuco, Mayor Jenderal Nisyimura untuk menjagai sikapnya mengenai
Proklamasi Kemerdekaan. Dengan segan-segan Nisyimura mengikatkan diri untuk
tidak menghalang-halangi proklamasi, asala tidak ada tindakan yang anti Jepang.
Para
pemuka Indonesia yang hadir dalam peristiwa perumusan teks proklamasi berkumpul
dalam dua ruangan, yakni ruangan makan dan serambi depan. Mereka yang
merumuskan melakukannya di dalam ruangan makan, yakni Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo. Pada saat itu Ir. Soekarno memegang pena dan
menulis teks Proklamasi yang terdiri dari dua kalimat. Kalimat pertama yang
berbunyi: “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia”,
adalah kalimat yang dikutip oleh Mr. Ahmad Subardjo dari Piagam Jakarta yang
antara lain berbunyi sebagai berikut: “Atas berkat Rahmat Allah maka rakyat
Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”.
Kemudian
Drs. Moh. Hatta menyempurnakan teks Proklamasi dengan kalimat kedua yang
berbunyi sebagai berikut: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan
lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya”.
Demikianlah
perumusan teks Proklamasi dilakukan bersama-sama oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh.
Hatta dan Mr. Ahmad Subardjo di dalam ruangan makan dari rumah Laksamana Maeda.
Turut serta menyaksikan perumusan tersebut ialah Sayuti Melik, Sukarni, B.M.
Diah dan Sudiro (Mbah).
Setelah
selesai, teks Proklamasi dibacakan di hadapan pemuka-pemuka yang sebagian besar
adalah anggota-anggota PPKI dan mereka itu semuanya menunggu di dalam serambi
muka yang biasanya dipergunakan untuk menerima tamu oleh Laksamana Maeda.
Disisnilah teks Proklamasi dimusyawarahkan. Pada waktu itu timbullah persoalan
tentang siapa yang akan menandatangani. Yang member komentar adalah Chairul
Saleh yang tidak setuju bila teks itu ditandatangani oleh anggota-anggota PPKI,
karena menurut anggapannya badan itu bentukan Pemerintah Jepang yang
anggota-anggotanya diangkat oleh Jepang pada waktu itu.
Kemudian
muncullah Sukarni dan sebagai jalan keluar ia mengusulkan agar teks Proklamasi
sebaiknya ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Ternyata usulnya itu disetujui oleh semua yang hadir. Maka teks
Proklamasi selanjutnya diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Olehnya
terhadap beberapa kata dari versi terakhir itu diadakan perubahan-perubahan,
yaitu kata “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil bangsa Indonesia” dirubah menjadi
“Atas nama Bangsa Indonesia”, barulah versi terakhir yang telah diketik itu
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta yang saat ini dikenal
sebagai naskah otentik.
Pada
tanggal 17 Agustus 1945 jam 12.00 (waktu Tokyo) atau jam 10.30 waktu Jawa zaman
Jepang, atau jam 10.00 WIB teks Proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno dengan
didampingi oleh Drs. Moh. Hatta ditempat kediamannya di Jalan Pegangsaan Timur
(sekarang Jalan Proklamasi) No. 56, Jakarta. Dengan Proklamasi itu tercapailah
Indonesia merdeka yang susunan negaranya diatur dengan undang-undang dasar yang
kemudian dikenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menjelang tahun
1944, posisi Jepang dalam Perang Pasifik mulai terjepit. Satu per satu daerah
jajahan Jepang dapat direbut oleh Sekutu. Untuk mempertahankan kedudukannya dan
agar rakyat Indonesia membantu Jepang, maka Jenderal Kuniaki Koiso member janji
kemerdekaan. Dan
sebagai realisasinya dibentuklah BPUPKI.
BPUPKI dan PPKI berperan sangat penting dalam persiapan
kemerdekaan Indonesia. Kedua lembaga tersebut berhasil menyusun konsep-konsep
negara Indonesia, seperti rumusan dasar negara, pemilihan kepala negara,
wilayah RI, dan lain-lain.
B. Saran
Kemerdekaan yang dicapai oleh bangsa Indonesia bukan
merupakan dari pemberian Jepang melainkan hasil jerih payah bangsa Indonesia
sendiri. Bersedia bekerja sama dengan Jepang hanya merupakan salah satu taktik
untuk mencapai kemerdekaan. Kita harus dapat mencontoh para pendiri bangsa yang
dapat mengesampingkan perbedaan-perbedaan yang ada demi keutuhan bangsa dan
negara RI.
DAFTAR PUSTAKA
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Jilid 2 Kelas
XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Erlangga.
Brugmans, I.J.,
et al., Nederlandsch Indie Japanse Bezetting: Gegevens en Documenten over de
Jaren 1942-1945, Franeker, 1960.
Kartodirdjo, Sartono dkk. 1975. Sejarah Nasional Indonesia.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Notosusanto, Nugroho. 1972. Naskah Proklamasi jang
Otentik dan Rumusan Pantjasila jang Otentik. Jakarta: Pusat Sedjarah ABRI.
Sudiyo. 2002. Pergerakan Nasional Mencapai dan
Mempertahankan Kemerdekaan. Jakarta: Asdi Mahasatya.
http://istorianovish.blogspot.com/2014/04/makalah-bpupki-dan-ppki.html
Post a Comment for "Contoh makalah BPUPKI dan PPKI "