SISTEM DAN HUBUNGAN ANTAR PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA
SISTEM DAN HUBUNGAN ANTAR PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA
1. Sistem Penegakan Hukum di Indonesia telah diatur secara tegas dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Undangundang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981),
dimana Sistem Penegakan Hukum tersebut dikenal dengan Criminal Justice System yang fungsi dan peran pada masing-masing Penegak Hukum tersebut telah diatur secara tegas dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tersebut. Adapun Lembaga Penegakan Hukum tersebut, antara lain adalah Polri/PNS selaku Penyidik, Jaksa selaku Penuntut Umum dan Hakim selaku Pemeriksa dan yang memutus perkara di Sidang Pengadilan, yang memainkan peran masing-masing sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Ketentuan PerUndang-undangan.
Dengan demikian Penasihat Hukum juga dapat digabungkan dalam Criminal Justice System, walaupun secara formal Penasihat Hukum bukanlah sebagai Alat Negara Penegak Hukum sebagaimana kedudukan dari Polri/PNS selaku Penyidik, Jaksa selaku Penuntut Umum dan Hakim selaku Pemeriksa dan Pemutus Perkara di Sidang Pengadilan.
2. Hubungan Penyidik dengan Penuntut Umum, antara lain:
a. Dalam hal Penyidik telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang merupakan tindak pidana, Penyidik memberitahukan hal itu kepada Penuntut Umum (pasal 109 ayat (1) KUHAP);
b. Apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, jangka waktu penahanan yang telah ditetapkan oleh Penyidik selama (20 hari), dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang untuk paling lama 40 hari. (Pasal 24 ayat (2) KUHAP);
c. Dalam hal Penyidik telah selesai melakukan penyidikan, Penyidik wajib segera menyerahkan Berkas Perkara itu kepada Penuntut Umum. (Pasal 110 ayat (1) KUHAP);
d. Dalam hal Penuntut Umum berpendapat, bahwa hasil penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, Penuntut Umum segera mengembalikan Berkas Perkara itu kepada Penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. (Pasal 110 ayat (2) KUHAP).
3. Hubungan Penyidik dengan Pengadilan Negeri, antara lain:
a. Dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat, Penyidik dalam melakukan penyidikan dapat mengadakan penggeledahan rumah yang diperlukan. (Pasal 33 ayat (1) KUHAP);
b. Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh Penyidik dengan Surat Izin Ketua Pengadilan Negeri setempat. (Pasal 38 ayat (1) KUHAP);
c. Penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan lainnya, jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa dengan Izin Khusus yang diberikan dari Ketua Pengadilan Negeri. (Pasal 47 ayat (1) KUHAP).
4. Hubungan Penyidik Polri dengan Penyidik PNS, antar lain:
a. Dalam pelaksanaan tugasnya, Penyidik PNS berada di bawah Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Polri. (Pasal 7 ayat (2) KUHAP);
b. Untuk kepentingan penyidikan, Penyidik Polri memberikan petunjuk dan bantuan penyidikan yang diperlukan kepada Penyidik PNS. (Pasal 107 ayat (1) KUHAP);
c. Penyidik PNS harus memberitahukan tentang telah dimulainya penyidikan kepada Penyidik Polri. (Pasal 107 (2) KUHAP).
d. Apabila Penyidik PNS telah selesai melakukan penyidikan, Ia segera menyerahkan hasilnya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polri (Pasal 107 ayat (3) KUHAP);
e. Penghentian penyidikan oleh Penyidik PNS disampaikan kepada Penyidik Polri dan Penuntut Umum (Pasal 109 ayat (3) KUHAP).
5. Hubungan Penyidik dengan Penasihat Hukum, antara lain:
a. Jika terdapat bukti bahwa Penasihat Hukum tersebut menyalah-gunakan haknya dalam pembicaraan dengan tersangka, maka sesuai dengan Tingkat Pemeriksaan, Penyidik, Penuntut Umum atau Petugas Lembaga Permasyarakatan memberi peringatan kepada Penasihat Hukum. (Pasal 70 ayat 2 KUHAP);
b. Untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat Bantuan Hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap Tingkat Pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini. (Pasal 54 KUHAP).
c. Apabla setelah diawasi, haknya masih disalahgunakan, maka hubungan tersebut disaksikan oleh Pejabat tersebut pada ayat (2) dan apabila setelah itu tetap dilanggar, maka hubungan selanjutnya dilarang (Pasal 70 ayat (4) KUHAP);
d. Untuk kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat Bantuan Hukum dari seorang atau lebih Penasihat Hukum selama dalam waktu dan pada setiap Tingkat Pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-undang ini (Pasal 54 KUHAP);
Post a Comment for " SISTEM DAN HUBUNGAN ANTAR PENEGAKKAN HUKUM DI INDONESIA"